Kamis, 05 Maret 2015

Pengantar Proses Transaksi

Pengantar Proses Transaksi
A. Pengenalan sistem pengolahan transaksi
Aplikasi sistem pengolahan transaksi mengolah transaksi keuangan. Jenis transaksi yang sejenis dikelompokkan bersama dalam 3 jenis siklus transaksi :
·         Siklus pengeluaran
·         Siklus konversi dan
·         Siklus pendapatan
1.      Siklus pengeluaran 
Siklus pengeluaran adalah siklus yang terdiri dari akuisisi bahan baku, property, tenaga kerja dan proses lain yang semuanya berakibat pada pengeluaran kas. Subsistem utama pada siklus ini adalah :
·         Sistem pembelian/Hutang
·         Sistem pengeluaran kas
·         Sistem penggajian
·         Sistem pencatatan harta tetap
2.      Siklus konversi
Siklus konversi terdiri dari 2 sistem utama yaitu :
·         Sistem produksi
Sistem produksi ini mencakup proses manufaktur dari perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian barang. Proses ini meliputi menentukan kebutuhan bahan baku, otorisasi pekerjaan yang dilakukan, memasukkan bahan baku pada proses produksi, dan mengarahkan proses kerja sepanjang proses manufaktur
·         Sistem akuntansi biaya
Sistem akuntansi biaya melakukan monitoring terhadap aliran informasi yang mencakup biaya yang timbul dalam proses produksi. Informasi dari sistem ini akan digunakan untuk:
·         Valuasi persediaan
·         Anggaran
·         Pengendalian biaya
·         Laporan kinerja
·         Keputusan manajemen
3.      Siklus pendapatan
Siklus pendapatan adalah siklus dimana perusahaan melakukan penjualan barang jadi/jasa kepada pelanggannya. Kegiatan pada siklus ini meliputi :
·         Pengolahan pemasukan kas hasil penjualan
·         Penjualan kredit
·         Penerimaan kas yang terkait dengan penjualan kredit
Subsistem utama pada siklus pendapatan ini adalah :
·         Pengolahan pesanan penjualan
·         Penerimaan kas
Pada pengolahan pesanan penjualan ini secara umum pada proses bisnis perusahaan akan
meliputi :
·         Menyiapkan pesanan penjualan
·         Persetujuan kredit
·         Pengiriman barang/jasa kepada pelanggan
·         Menagih pelanggan
·         Mencatat transaksi ke dalam jurnal akuntansi (Piutang, persediaan, pengeluaran dan penjualan)
Pada penerimaan kas, terutama untuk penjualan secara kredit, akan dilakukan proses monitoring dari sejak tanggal penjualan sampai dengan penerimaan kas dan deposit ke rekening bank, dan pencatatan aktivitas ini pada jurnal akuntansi (Piutang dan kas)
B.  Teknik Dokumentasi
Tiga jenis dokumentasi sistem: diagram arus data (data flow diagram—DFD), bagan alir sistem (system flowchart), dan diagram relasi entitas (entity-relationship diagram).
1.      Data Flow Diagram (DFD)
Merupakan penyajian grafis dari sebuah sistem. DFD menggambarkan komponen sebuah sistem; arus data antarkomponen; serta sumber, tujuan, dan penyimpanan data. Terdapat 4 simbol yang digunakan dalam DFD:
a)      Simbol lingkaran menggambarkan entitas dalam atau proses dimana
b)      arus data yang masuk diubah menjadi arus data yang keluar.
c)       Simbol arus data menunjukkan jalannya data.
d)      Simbol entitas luar menggambarkan sumber atau tujuan data di luar sistem.
e)       Simbol penyimpanan data menunjukkan tempat dimana data disimpan.
Diagram Konteks (Context Diagram)
Diagram konteks merupakan diagram sistem informasi tingkat atas dan paling sedikit rinciannya, yang menggambarkan sistem dan semua aktivitasnya dengan sebuah lingkaran, dan menunjukkan arus data yang masuk dan keluar sistem serta masuk dan keluar entitas luar. Entitas luar adalah entitas (orang, tempat, atau benda) di luar sistem yang mengirimkan data ke, atau menerima data dari sistem.
2.      Diagram Arus Data Fisik (Physical Data Flow Diagram)
Merupakan penyajian grafis dari sebuah sistem yang menunjukkan entitas dalam dan luar sistem, dan arus data yang masuk dan keluar entitas tersebut. Entitas dalam (internal) yaitu entitas di dalam sistem yang mengubah data, misalnya petugas akuntansi (orang), departemen (tempat), dan komputer (benda).
DFD fisik menyebutkan di mana, bagaimana, dan oleh siapa sebuah proses sistem diselesaikan, dan tidak menunjukkan apa yang akan diselesaikan. Ingat bahwa simbol lingkaran diberi label kata benda dan bahwa arus data diberi label sedemikian rupa sehingga menunjukkanbagaimana data ditransmisikan antarlingkaran.
3.      Diagram Arus Data Logis (Logical Data Flow Diagram)
Merupakan penyajian grafis sebuah sistem yang menunjukkan proses sistem dan arus data yang masuk dan keluar proses. Kita menggunakan DFD logis untuk mendokumentasikan sistem informasi (pekerjaan/tugas apa yang dilakukan sistem) tanpa menentukan bagaimana, dimana, danoleh siapa pekerjaan itu diselesaikan.
Ingat bahwa proses pada DFD logis diberi label kata kerja yang menggambarkan tindakan yang akan dilakukan, bukan kata benda seperti DFD fisik.
C. Sistem Akuntansi Berbasis Komputer
Sistem informasi berbasis computer dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu :
·         Batch system dan Realtime system
·         Pendekatan Pemrosesan data Alternatif.
1.      Batch System dan Realtime System
Pada sistem batch, kumpulan transaksi yang sejenis diakumulasi dan kemudian diolah bersamaan. Pada sistem ini terjadi gap waktu yang cukup lama antara waktu data dientri dan diolah. Langkah pada pengolahan data secara batch/berurutan:
·         Keystroke – sumber dokumen dientri
·         Edit Run – identifikasi kesalahan entri dari sumber dokumen
·         Sort Run – Transaksi disortir dan diurutkan sesuai dengan kunci pada data master
·         Update Run – Perubahan pada data di file master setelah proses
·         Backup Procedure – File master yang sebelumnya tetap disimpan sementara file master yang sudah berubah nilainya dibuat.
Adapun keuntungan pada sistem batch adalah :
·         Organisasi bisa meningkatkan efisiensi dengan mengelompokkan transaksi dalam jumlah besar untuk diolah bersamaan daripada diolah terpisah.
·         Pada proses batch ada pengendalian terhadap transaksi yang diolah
Pada sistem Real-time karakteristiknya adalah sebagai berikut :
·         Pengolahan transaksi dilakukan pada saat aktivitas ekonomi terjadi.
·         Tidak ada jeda waktu antara waktu aktivitas dan pengolahan data
·         Pada umumnya membutuhkan sumberdaya yang lebih besar dibandingkan sistem batch karena membutuhkan kapasitas proses tersendiri.
·         Seringkali membutuhkan waktu pengembangan sistem yang lebih lama.
Perbedaaan antara system batch dan system real-time adalah dari :
·         Information time frame
Pada system batch, ada selisih waktu antara pengumpulan data dan pengolahan data, contohnya pada system penggajian pegawai yang dilakukan 1 bulan sekali, pada periode pembayaran gaji, semua data yang berhubungan gaji diolah. Pada system real-time, transaksi diolah secara individu pada saat transaksi terjadi.
Contohnya system pemesanan tiket pesawat yang diproses begitu ada permintaan dari pelanggan.
·         Resources
Dari sisi sumber daya,system batch menggunakan sumber daya peralatan hardware yang lebih sederhana tidak perlu ada system jaringan, memerlukan waktu yang lebih singkat untuk pengembangan aplikasi. Sistem real-time sebaliknya memerlukanperalatan hardware yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan lain, dan pengembangan aplikasi yang lebih
kompleks sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
·         Operational Efficiency
Secara operasional, system real-time tidak efisien karena untuk setiap transaksi akan memerlukan waktu lebih lama karena system harus melakukan update terhadap banyak file pada waktu yang bersamaan. Sebaliknya untuk system batch, beberapa proses kritikal pada system real-time bisa dihilangkan.
·         Efficiency versus Effectiveness
Pada system tertentu, kita harus menggunakan system real-time sehingga factor efisiensi harus diabaikan. Contohnya pada system pemesanan tiket yang harus dilakukan secara online karena tidak mungkin system memberikan respon kepada pelanggan setelah pesanan terkumpul. Respon kepada pelanggan harus diberikan saat pelanggan melakukan transaksi.
2.      Pendekatan Pemrosesan data Alternatif.
·         Sistem Warisan dan Sistem Modern
Tidak semua organissasi menggunakan sistem informasi modern. Beberapaperusahaan mengggunakan sistem warisan untuk beberapa pemrosesan data.Ketika sistem warisan digunakan untuk memproses transaksi yang signifikansecara keuangan, auditor perlu mengetahui cara mengevaluasi dan mengujinya.Sistem warisan umumnya memiliki fitur sberikut ini: memiliki aplikasi mainframe,berorientasi pada batch, sistem warisan yang awal menggunalan file datar untukpenyimpanan data, namun basis data hirarkis dan jaringan sering berkaitandengan era sistem warisan yang lebih maju. Sistem modern cenderung berbasisklien servis dan memproses transaksi secara real time. Meskipun ini merupakantren di banyak organisasi, kita perlu menyadari bahwa banyak sistem mordernyang berbasis mainframe dan menggunakan pemrosesan batch.
·         Pembaruan File Master dari Transaksi
Baik pemrosesan batch maupun pemrosesan real time yang digunakan,pembaruan record file utama mencakup pembaruan nilai dari satu atau beberapafield untuk merefleksikan pengaruh dari suatu sistem transaksi.
·         Prosedur Pembuatan Cadangan Basis data

Setiap record dalam file basis data memiliki lokasi disket tertentu atau alamatyang ditentukan oleh nilai kunci primernya. Karena hanya satu lokasi valid yangada untuk record, pembaruan record harus terjadi diteKarena hanya satu lokasivalid yang ada untuk record, pembaruan record harus terjadi ditempatnya. Figurberikut menunjukkan teknik ini :

Kamis, 26 Februari 2015

Selasa, 24 Februari 2015

SISTEM EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN AL-KHULAFA’ AR-RASYIDUN

SISTEM EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN AL-KHULAFA’ AR-RASYIDUN
SISTEM EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN AL-KHULAFA’ AR-RASYIDUNSistem Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun (11-40 H/632-661 M).
1. Sistem Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M).
Setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang bernama lengkap Abdullah bin Abu Quhafah At-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum Muslimin. Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung 2 tahun, Abu Bakar Ash-Shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam kedudukan umat Islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum misi ini selesai dilakukan.
Dengan demikian, selama pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, harta Bait Al-Māl tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum Muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.
2.      Sistem Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M).
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 10 tahun, Umar bin Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestian dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat menjuluki Umar sebagai The Saint Paul of Islam.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar bin Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah provinsi, yaitu Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.
a.       Pendirian Lembaga Bait Al-Māl
Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Bait Al-Māl dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak kharaj sebesar 500.000 dirham (sekitar Rp. 35 M). Hal ini terjadi pada tahun 16 H. Oleh karena jumlah tersebut sangat besar, Khalifah Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak para sahabat terkemuka untuk bermusayawarah tentang penggunaan dana Bait Al-Māl tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Bait Al-Māl, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
Khalifah Umar bin Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak ekskutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Bait Al-Māl. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggungjawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur, dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggungjawab langsung kepada pemerintah pusat.
Untuk mendistribusikan harta Bait Al-Māl, Khalifah Umar bin Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
i.                    Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
ii.                  Departemen Kehakiman dan Ekskutif. Bertanggungjawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat ekskutif.
iii.                Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
iv.                Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
b.      Kepemilikan Tanah
Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan. Sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang menolak, mengatakan, “Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan menggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama akan meninggal dunia dan keseluruhannya akan menjadi milik seorang saja.”
Mayoritas sumber pemasukan pajak kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut.
i.                    Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik Muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya, dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
ii.                  Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah‘usyr.
iii.                Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah.
iv.                Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh kaum Muslimin diperlakukan sebagai tanah ‘usyr.
v.                  Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar 1 dirham (sekitar Rp. 70.000) dan 1 rafiz (suatu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
vi.                Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan pajak sebesar 2 dinar (sekitar Rp. 4 juta), di samping 3 irdabb gandum, 2 qist untuk setiap minyak, cuka, madu, dan rancangan ini telah disetujui Khalifah.
vii.              Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum Muslimin, beban pajak untuk setiap orang sebesar 1 dinar (sekitar Rp. 2 juta) dan 1 beban jarib (unit berat) yang diproduksi per jarib(ukuran) tanah.
c.       Zakat
Pada masa Rasulullah Saw, jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama yang dimiliki oleh kaum Muslimin karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. Di Hudaibiyah mereka mempunyai sekitar 200 ekor kuda. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas, seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.
Pada masa Umar, Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik sarang lebah tidak membayar ‘usyr, tetapi menginginkan sarang-sarang lebah tersebut dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka mau membayar ‘usyr, sarang lebah mereka akan dilindungi. Namun, jika menolak, mereka tidak akan memperoleh perlindungan.
Zakat yang ditetapkan adalah 1/20 untuk  madu yang pertama dan 1/10 untuk madu jenis yang kedua.
d.      ‘Usyr
Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan bisa membayar pajak (‘usyr) jual-beli. Besarnya adalah 10% dari nilai barang atau 1 dirham untuk setiap transaksi. Namun, setelah Islam hadir dan menjadi sebuah negara yang berdaulat di semenanjung Arab, Nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani oleh beliau bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaan beliau. Secara jelas dikatakan bahwa pembebanan 1/10 hasil pertanian kepada pedagang Manbij (Hierapolis).
Menurut Saib bin Yazid, pengumpul ‘usyr di pasar-pasar Madinah, orang-orang Nabaeteari yang berdagang di Madinah juga dikenakan pajak pada tingkat yang umum. Tetapi setelah beberapa waktu, Umar menurunkan persentasenya menjadi 5% untuk minyak dan gandum, untuk mendorong import barang-barang tersebut di kota.
e.       Sedekah Dari Non-Muslim
Tidak ada Ahli Kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen Bani Taglib yang seluruh kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar 2x lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taglib merupakan suku Arab Kristen yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayarjizyah dan malah membayar sedekah.
Nu’man bin Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk menerima kepercayaan mereka. Mereka setuju dan menerima untuk membayar sedekah ganda.
f.       Mata Uang
Pada masa Nabi dan sepanjang masa pemerintahan Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di jazirah Arab, seperti dinar (sebuah koin emas dengan kadar 4,25 gram dan 22 karat), dan dirham (sebuah koin perak dengan kadar 3,98 gram dan 15 karat). Bobot dinar adalah sama dengan 1 mitsqal atau sama dengan 20 qirat atau 100 grains of barky.
g.      Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Seperti yang telah disinggung di muka, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan negara adalah mendistribusikan seluruh pendapatan yang diterima. Pada masa pemerintahannya, Umar bin Khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi 4 bagian, yaitu:
i.        Pendapatan zakat dan ‘usyr. Pendapatan ini didistribusikan di tingkat lokal. Dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut di simpan di Bait Al-Māl pusat dan dibagikan kepada delapan ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an.
ii.      Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang Muslim atau bukan. Dalam sebuah riwayat, di perjalanan menuju Damaskus, Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang menderita penyakit kaki gajah. Melihat hal tersebut, Khalifah Umar segera memerintahkan pegawainya agar memberikan dana kepada orang tersebut yang diambilkan dari hasil pendapatan sedekah dan makanan yang diambilkan dari persediaan untuk para petugas.
iii.    Pendapatan kharaj, fai’, jizyah, ‘usyr (pajak perdagangan), dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
iv.    Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
h.      Pengeluaran
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Bait Al-Māl tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.
Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H. Dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (‘athiyya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yang telah berjasa.
Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil, tetapi mereka dibayar bukan untuk itu.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, Khalifah Umar menetapkan bahwa negara bertanggungjawab membayarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyatorang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar-menukar hadiah dengan negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi Bait Al-Māl dianggap cukup kuat, ia menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
3.      Sistem Ekonomi di Masa Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M).
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman bin Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah Utsman bin Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Utsman bin Affan juga membentuk armada laut kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi kelautannya di wilayah Mediterania, Laodicea, dan wilayah di semenanjung Syria, Tripoli dan Barca di Afrika Utara menjadi pelabuhan pertama negara Islam. Namun demikian, pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan harus menanggung beban anggaran yang tidak sedikit untuk memelihara angkatan laut tersebut.
Khalifah Utsman bin Affan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman bin Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat. Di samping itu, Khalifah Utsman berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana pensiun.
Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman bin Affan telah banyak menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.
4.      Sistem Ekonomi di Masa Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M).
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama 6 tahun selalu diwarnai  dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair bin Awwam dan Aisyah yang menuntut kematian Utsman bin Affan.
Sekalipun demikian, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam.
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua perhitungan diselesaikan. Dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut pandang hukum dan kondisi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi. Khalifah Ali meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak.
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits. Surat yang panjang tersebut antara lain mendeskripsikan tugas, kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi keadilan serta pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan staf-stafnya serta menjelaskan kelebihan dan kekurangan para jaksa, hakim dan abdi hukum lainnya.