Sabtu, 21 Februari 2015

KEPEMIMPINAN DAN PRESPEKTIF ISLAM

KEPEMIMPINAN DAN PRESPEKTIF ISLAM
KEPEMIMPINAN DAN PRESPEKTIF ISLAM - Definisi kepemimpinan yang mudah dipahami, yaitu rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telh ditetapkan
Kepemimpinan juga bisa di artikan Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti manajerial pada suatu organisasi.
‘Nonsanctioned Leadership’ merupakan kemampuan untuk member pengaruh di luar struktur formal organisasi yang kepentingannya sama atau bahkan melebihi pengaruh struktur formal. Dengan kata lain,  seorang pemimpin dapat saja muncul dalam suatu kelompok walaupun tidak diangkat secara formal.

Perbedaan Leadership dan Management
Kepemimpinan dan manajemen sering kali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Pada  hakikatnya kepemimpinan mempunyai pengertian  agak luas dibandingkan dengan manajemen. 
Dalam arti yang luas kepemimpinan dapat digunakan setiap orang dan tidak hanyaterbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Disini, menurut kami ,kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu. Melainkan kepemimpinan bisa terjadi di manasaja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi orang-orang lain ke arah tercapainya tujuan tertentu.
Seorang ulama dapat diikuti orang lain dan memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang di daerahnya, tidak harus terlebih dahulu diikat oleh aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan organisasi yang sering dinamakan birokrasi. Konkretnya seorang kiai atau ulama, dengan pengaruhnya yang besar, mampu mempengaruhi tingkah laku seorang Bupati Daerah, di dalam memimpin daerahnya, sehingga tidak harus pegawai itu menjadi pegawai di Kabupaten.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tidak harus terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Apabila kepemimpinan dibatasi oleh tata krama birokrasi atau dikaitkan dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen.
Dari penjelasan di atas, maka dapat saja terjadi seorang manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang-orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu menyandang manajer untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan kata lain, seorang leader atau pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang leader atau pemimpin

Arti Pentingnya Proses Kepemimpinan dalam Organisasi
Sejak dahulu kala, manusia-bila berkumpul bersama untuk mencapai tujuan-telah merasakan kebutuhan akan seorang pemimpin; sehingga peranan pemimpin telah sedemikian dilembagakan; misalkan saja sebagai kepala suku, kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati sampai kepala Negara. Efektivitas dari struktur kepala Negara yang ada ternyata, setelah dicermati, pada kualitas seorang pemimpin yang muncul di dalam suatu lembaga atau organisasi, baik kepemimpinan itu bentuknya formal maupun non formal.

TujuanKepemimpinan
Dalam kaitannya dengan hubungan atasan-bawahan, pimpinan harus mempertimbangkan dua strategi pokok:
Pimpinan harus berfungsi sebagai“coach” dan“mentor”, pembimbing, pengarah, dan penasehat bagi pegawainya.
Praktek-praktek supervise diusahakan agar dapat memberdayakan para pegawai; seperti usaha untuk menidentifikasikan serta menghilangkan semua hambatan yang dirasakan pegawai untuk bekerja yang baik, mengembangkan mereka dengan pelatihan-pelatihan tambahan, serta menumbuhkan rasa percaya diri untuk berkinerja dengan baik.

Metode-Metode Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki kecenderungan yang berbeda-beda dalam gaya kepemimpinan ini. Ada yang cenderung pada penyelesaian pekerjaan, namun juga ada yang lebih kepada membangun relasi sosial.Pemimpin dalam organisasi-organisasi bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada pekerjaan, manakala pemimpin di organisasi-organisasi kemahasiswaan atau organisasi non profit umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada relasi sosial.
Gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi latar belakang, pengetahuan, nilai, dan pengalaman dari pemimpin tersebut. Pemimpin yang menilai bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan dari kepentingan individu akan memiliki kecenderungan untuk memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Demikian pula sebaliknya, pemimpin yang dibesarkan dalam lingkungan yang
Menghargai perbedaan dan relasi antar manusia akan memiliki kecenderungan untuk bergaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang-orang. Namun selain keempat faktor tersebut, karakteristik dari bawahan atau orang-orang yang dipimpin juga perlu dipertimbangkan sebelum menentukan gaya kepemimpinan apa yang sebaiknya digunakan. Jika orang-orang yang dipimpin cenderung untuk menyukai keterlibatan dalam berbagai hal, memiliki inisiatif yang tinggi, barang kali gaya yang perlu dilakukan lebih cenderung memadukan kedua gaya kepemimpinan yang ada melalui apa yang dinamakan sebagai manajemen partisipatif, dimana dalam pendekatan manajemen partisipatif ini faktor orientasi sosial diakomodasi melalui keterlibatan orang-orang (apakah dalam penyusunan tujuan, penyelesaian masalah, dan lain sebagainya) dalam menyelesaikan pekerjaan.
Telah terjadi perdebatan dalam waktu cukup lama untuk mencari jawaban apakah ada gaya kepemimpinan normatif atau ideal. Perdebatan ini biasanya terpusat pada gagasan bahwa gaya ideal itu ada: yaitu gaya yang secara aktif melibatkan bawahan dalam penetapan tujuan dengan menggunakan teknik-teknik manajemen partisipatif dan memusatkan tujuan baik terhadap karyawan dan tugas. Penelitian-Penelitian teorimotivasi sebelumnya juga mendukung bahwa pendekatan manajemen partisipatif sebagai yang ideal. Banyak praktisi manajemen merasa konsep-konsep tersebut membuat peningkatan prestasi dan perbaikan sikap. 
Di lain pihak, beberapa penelitian membuktikan pula bahwa pendekatan otokratik dibawah berbagai kondisi, pada kenyataannya lebih efektif dibandingkan pendekatan lain. Jadi, pengalaman-pengalaman kepemimpinan mengungkapkan bahwa dalam berbagai situasi pendekatan otokratik mungkin yang paling baik, dalam berbagai situasi lain pendekatan partisipatif yang lebih efektif atau pendekatan orientasi-tugas dibanding pendekatan orientasi-karyawan dari sisi lain. Kesimpulan yang dapat dibuat, bahwa kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang paling tepat tergantung pada beberapa variabel yang saling berhubungan.

KajianPerspektif Islam
Manusia secara individual-juga komunal-merupakan sosok yang diciptakan (makhluk) untuk mengabdi kepada Tuhan yang menjadi hamba/ karyawan/ anggota  bersama makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Namun diantara makhluk di bumi manusia telah sah mendapat mandat untuk menjadi khlifah/ pengelola/ pemimpin bumi. Jadi manusia secara individual –juga komunal- mempunya potensi ganda yaitu menjadi pemimpin sekaligus rakyat, ketua-anggota, manejer-karyawan, khalifah-abdun/ hamba.
Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan yang diciptakan dari unsur-unsur bumi dengan tujuan untuk menjadi hamba-Nya (abdullah) yang bekerja secara khusus kepada –Nya bersama dengan makhluk lainnya :”Tidaklah Aku (Allah) menciptakan (khalaqtu) Jin dan Manusia kecuali hanya untuk menghamba kepada-Ku (ya’budun) (QS. 51:56). Namun manusia telah mendapat ‘SK’ dari Allah SWT (QS.2:34) untuk menjadi (ja’ilun) pennti-Nya/wakil-Nya (Khalifatullah) di bumi setelah memenangkan persaingan untuk medapatkan posisi khalifah di bumi melawan makhluk-makhluk Allah penghuni bumi yang lain-yang di ‘wakili’ para malaikat.
Jadi manusia adalah makhluk yang (dicipta) dengan yang lainnya untuk menghamba (abdun) kepada Allah, namun manusia dijadikan sebagai wakil Tuhan (Khalifah) di bumi untuk memanfaatkan seluruh potensi bumi ini sebagai sarana untuk menghamba / mengabdi-Nya.
Tujuan hidup manusia adalah berbuat/melakukan sesuatu yang baik menurut Penciptanya yang disebut Amal Shalih.
Amal shalih itulah yang disebut taqwa – menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Pekerjaan baik satu orang dengan orang lainnya brbeda-beda bergantung situasi dan kondisinya yang mengikuti qadha dan qadharNya. Berdasarkan yang hidup setiap yang hidup (manusia) diberi kesempatan berbuat seribu satu macam kebaikan dan seribu macam keburukan, bahkan tak terhingga. Namun kemuliaan seseorang dihitung dari taqwanya (amalan shalihannya).
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu (QS.Al-Hujurat “ 13). Untuk itu bertqwalah di mana saja kamu berada (ittaqillaaha haitsu maa kunta .  . .  –alhadits-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar