Sabtu, 21 Februari 2015

LATAR BELAKANG AKUNTANSI ASURANSI SYARI'AH

Latar Belakang Akuntansi Asuransi Syariah
LATAR BELAKANG AKUNTANSI ASURANSI SYARI'AH - Asuransi syariah pertama di dunia, didirikan di Sudan pada tahun 1979 dengan nama Sudanese Islamic Insurance. Lalu disusul dengan berdirinya asuransi syariah di Arab Saudi yang bernama The Islamic Arab Insurance Co. pada tahun 1980. Pada tahun 1983, The Islamic Takaful Company of Luxemburg didirikan di Bahamas. Dan selanjutnya negara-negara lain seperti Bahrain, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Indonesia juga menyusul mendirikan asuransi syariah. 
Malaysia adalah negara yang mempelopori berdirinya asuransi syariah di Asia Tenggara, yaitu dengan berdirinya Syarikat Takaful Malaysia Berhad pada tanggal 29 November 1984, yang kemudian disusul oleh berdirinya asuransi syariah di negara-negara asia tenggara lainnya termasuk Indonesia.
Pada Juli 1992, berdirilah Bank Muamalat yang merupakan bank syariah murni pertama di Indonesia. Kegiatan operasional bank syariah tidak bisa lepas dari praktik asuransi syariah. Oleh karena itu pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai hasil dari kerjasama berbagai pihak seperti TEPATI, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, Asuransi Tugu Mandiri, dan Departemen Keuangan, dengan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum.
Takaful Keluarga kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar’ie Muhammad melalui SK Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994 (Abdul, 2010 : 239) dan mulai beroperasi sejak 25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri ICMI dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu, Takaful Keluarga dan Takaful Umum berkembang menjadi salah satu perusahaan asuransi syariah terkemuka di Indonesia.
Sebenarnya konsep Asuransi Islam bukanlah hal yang baru, karena sudah ada sejak zaman Rasulullah yang disebut dengan aqila. Bahkan menurut Abdul (2010:237) masyarakat Arab kuno mengenal prinsip asuransi sejak dahulu kala, ketika kehidupan masih didominasi oleh berbagai suku-suku, saling serang, dan penculikan masih sering terjadi. Wanita dan anak-anak merupakan sasaran penculikan yang paling sering. Dari hasil penculikan anak-anak dan wanita tersebut nantinya penculik dapat meminta uang tebusan kepada pihak yang kehilangan. Apabila ternyata ditengah jalan tawanan tersebut terbunuh maka akan berlaku uang darah (uang ganti rugi) yang akan dibayarkan oleh pihak yang membunuh kepada pihak yang terbunuh. Dari sinilah asal muasal asuransi mutual mulai terbentuk.
Dasar-dasar Asuransi mutual adalah anggota baik secara individu maupun secara bersama-sama sebagai penanggung sekaligus tertanggung. Ditinjau dari sifat organinsasinya, tidak ada maksud-maksud mencari keuntungan juga tidak ada maksud eksploitasi memperkaya salah satu pihak dengan memeras yang lain.
Lembaga Asuransi memang telah lama dikenal masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia. Meskipun perkembangannya tidak sehebat perkembangan perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Sebenarnya masyarakat mulai mengenal asuransi itu sebagai salah satu lembaga yang mengelola dana tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu pula.
Asuransi Islam yang sedang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini adalah Asuransi Takaful (Zaidi, 2003 : 88). Sebenarnya Asuransi ini sama seperti Asuransi-asuransi yang sudah operasional sebelumnya, seperti Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya, Asuransi Jasindo dan Asuransi-asuransi lainnya.
Takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul risiko diantara sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya (Sula, 2004 : 33). Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung resiko.
Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai Asuransi Syariah. Dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Bagian Pertama Mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melaului akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (Wirdyaningsih, 2005 : 178).
Pada prinsipnya, prinsip operasional Asuransi Syariah, berbeda dengan Asuransi Konvensional, Asuransi Syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip Syariat Islam dengan cara menghilangkan sama sekali kemungkinan terjadinya unsure-unsur gharar, maisir, dan riba(wirdyaningsih, 2005 : 207).
Untuk mengetahui bagaimana system operasionalnya, disini dapat digambarkan bahwa “Dana yang terkumpul dari para peserta, diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah, kemudian hasil yang diperoleh dilakukan dengan cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk perusahaan” (Zaidi, 2003 : 95). Bisa 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan atau sebaliknya, bergantung pada akad perjanjian.
Sebagai penegasan kembali dalam melihat perbandingan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional dapat dilihat table sebagai berikut :

Table 1
Perbandingan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional

No
Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah
1
Tidak ada kepastian karena tidak ada akad yang melandasinya.
Ada kepastian, karena adanya akad tabaddul (jual beli) atau akad takaful (tolong menolong).
2
Ada unsur judi.
Unsur amanah.
3
Ada unsur riba.
Tidak ada unsur riba, karena menggunakan cara bagi hasil

Dari sekian banyak perbedaan yang ada, perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional di antaranya adalah, pertama, karena di dalam asuransi syariah mekanisme penanganan risikonya adalah sharing of risk dimana antar sesama peserta saling membantu dan menanggumg terhadap risiko yang mungkin akan terjadi, sedangkan dalm asuransi konvensional mekanismenya adalahtransfer of risk dimana peserta memindahkan risikonya kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi.
Yang kedua adalah dalam hal akad atau perjanjian. Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan ada dua, yaitu akad tabarru’ yang digunakan antar sesama peserta asuransi dengan tujuan kebajikan dan akad tijarah yang digunakan antara peserta dengan perusahaan asuransi(Sula, 2004 : 43). Sedangkan dalam asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad jual-beli dimana perusahaan asuransi menjual perlindungan atas risiko yang tidak pasti dengan menerima pembayaran premi dari peserta.
Perbedaan yang ketiga adalah mengenai pengelolaan dana. Di dalam asuransi syariah, premi yang diterima dari peserta bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan. Premi tersebut akan diklasifikasikan sebagai pendapatan dana tabarru’. Perusahaan hanya bertugas untuk mengelola dana tersebut di antaranya adalah untuk pembayaran klaim, sedangkan pendapatan perusahaan berasal dari transaksi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah atau yang menggunakan akad mudharabah. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang diterima dari peserta merupakan milik perusahaan seluruhnya.
Perusahaan harus memisahkan dana peserta Asuransi (tertanggung) dengan dana pengelola (dana perusahaan). Dana Peserta adalah semua dana baik berupa dana tabarru’ maupun dana investasi dana tabarru’.
Dengan lahirnya PSAK 108 melengkapi komitmen Asuransi Takaful dalam bertransaksi syariah secara amanah dan professional. Sebagai pelopor Asuransi Syariah pertama di Indonesia, Asuransi Takaful terus berkomitmen menjalankan sistem keuangan syariah. Komitmen perusahaan ini diwujudkan salah satunya dengan bertransaksi syariah yang dicerminkan melalui penyajikan laporan keuangan syariah berdasarkan PSAK 108 (Penyataan Standar Akuntansi keuangan) tentang Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar