KEPEMIMPINAN DAN PRESPEKTIF ISLAM - Definisi kepemimpinan yang mudah dipahami, yaitu rangkaian kegiatan
penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi
tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telh ditetapkan
Kepemimpinan juga bisa di artikan Kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal
seperti manajerial pada suatu organisasi.
‘Nonsanctioned Leadership’ merupakan kemampuan untuk member pengaruh di luar struktur formal
organisasi yang kepentingannya sama atau bahkan melebihi pengaruh struktur
formal. Dengan kata lain, seorang pemimpin dapat saja muncul dalam
suatu kelompok walaupun tidak diangkat secara formal.
Perbedaan Leadership dan Management
Kepemimpinan dan manajemen sering kali disamakan pengertiannya oleh banyak
orang. Pada hakikatnya kepemimpinan mempunyai pengertian agak
luas dibandingkan dengan manajemen.
Dalam arti yang luas kepemimpinan dapat digunakan setiap orang dan tidak
hanyaterbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan
adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi
perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Disini, menurut kami
,kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata karma
birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu.
Melainkan kepemimpinan bisa terjadi di manasaja, asalkan seseorang menunjukkan
kemampuannya mempengaruhi orang-orang lain ke arah tercapainya tujuan tertentu.
Seorang ulama dapat diikuti orang lain dan memiliki pengaruh yang besar
terhadap orang-orang di daerahnya, tidak harus terlebih dahulu diikat oleh
aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan organisasi yang sering dinamakan
birokrasi. Konkretnya seorang kiai atau ulama, dengan pengaruhnya yang besar,
mampu mempengaruhi tingkah laku seorang Bupati Daerah, di dalam memimpin
daerahnya, sehingga tidak harus pegawai itu menjadi pegawai di Kabupaten.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tidak harus
terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Apabila kepemimpinan dibatasi oleh
tata krama birokrasi atau dikaitkan dalam suatu organisasi tertentu, maka
dinamakan manajemen.
Dari penjelasan di atas, maka dapat saja terjadi
seorang manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan dia mampu
mempengaruhi perilaku orang-orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum
tentu menyandang manajer untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan kata
lain, seorang leader atau pemimpin belum tentu seorang
manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang leader atau
pemimpin
Arti Pentingnya Proses Kepemimpinan dalam Organisasi
Sejak dahulu kala, manusia-bila berkumpul bersama
untuk mencapai tujuan-telah merasakan kebutuhan akan seorang pemimpin; sehingga
peranan pemimpin telah sedemikian dilembagakan; misalkan saja sebagai kepala
suku, kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati sampai kepala Negara. Efektivitas dari struktur
kepala Negara yang ada ternyata, setelah dicermati, pada kualitas seorang
pemimpin yang muncul di dalam suatu lembaga atau organisasi, baik kepemimpinan
itu bentuknya formal maupun non formal.
TujuanKepemimpinan
Dalam kaitannya dengan hubungan atasan-bawahan, pimpinan harus
mempertimbangkan dua strategi pokok:
Pimpinan harus berfungsi sebagai“coach” dan“mentor”,
pembimbing, pengarah, dan penasehat bagi pegawainya.
Praktek-praktek supervise diusahakan agar dapat
memberdayakan para pegawai; seperti usaha untuk menidentifikasikan serta
menghilangkan semua hambatan yang dirasakan pegawai untuk bekerja yang baik,
mengembangkan mereka dengan pelatihan-pelatihan tambahan, serta menumbuhkan
rasa percaya diri untuk berkinerja dengan baik.
Metode-Metode Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki kecenderungan yang berbeda-beda dalam gaya
kepemimpinan ini. Ada yang cenderung pada penyelesaian pekerjaan, namun juga ada
yang lebih kepada membangun relasi sosial.Pemimpin dalam organisasi-organisasi
bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada pekerjaan,
manakala pemimpin di organisasi-organisasi kemahasiswaan atau organisasi non
profit umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada relasi sosial.
Gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi latar
belakang, pengetahuan, nilai, dan pengalaman dari
pemimpin tersebut. Pemimpin yang menilai bahwa kepentingan organisasi harus
didahulukan dari kepentingan individu akan memiliki kecenderungan untuk
memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Demikian pula
sebaliknya, pemimpin yang dibesarkan dalam lingkungan yang
Menghargai perbedaan dan relasi antar manusia akan memiliki kecenderungan
untuk bergaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang-orang. Namun selain
keempat faktor tersebut, karakteristik dari bawahan atau
orang-orang yang dipimpin juga perlu dipertimbangkan sebelum menentukan gaya
kepemimpinan apa yang sebaiknya digunakan. Jika orang-orang yang dipimpin
cenderung untuk menyukai keterlibatan dalam berbagai hal, memiliki inisiatif
yang tinggi, barang kali gaya yang perlu dilakukan lebih cenderung memadukan
kedua gaya kepemimpinan yang ada melalui apa yang dinamakan sebagai manajemen
partisipatif, dimana dalam pendekatan manajemen partisipatif ini
faktor orientasi sosial diakomodasi melalui keterlibatan orang-orang (apakah
dalam penyusunan tujuan, penyelesaian masalah, dan lain sebagainya) dalam
menyelesaikan pekerjaan.
Telah terjadi perdebatan dalam waktu cukup lama untuk mencari jawaban
apakah ada gaya kepemimpinan normatif atau ideal. Perdebatan ini biasanya
terpusat pada gagasan bahwa gaya ideal itu ada: yaitu gaya yang secara aktif
melibatkan bawahan dalam penetapan tujuan dengan menggunakan teknik-teknik
manajemen partisipatif dan memusatkan tujuan baik terhadap karyawan dan tugas.
Penelitian-Penelitian teorimotivasi sebelumnya juga mendukung bahwa pendekatan
manajemen partisipatif sebagai yang ideal. Banyak praktisi manajemen merasa
konsep-konsep tersebut membuat peningkatan prestasi dan perbaikan sikap.
Di lain pihak, beberapa penelitian membuktikan pula
bahwa pendekatan otokratik dibawah berbagai kondisi, pada kenyataannya lebih
efektif dibandingkan pendekatan lain. Jadi, pengalaman-pengalaman kepemimpinan
mengungkapkan bahwa dalam berbagai situasi pendekatan otokratik mungkin yang
paling baik, dalam berbagai situasi lain pendekatan partisipatif yang lebih
efektif atau pendekatan orientasi-tugas dibanding pendekatan orientasi-karyawan
dari sisi lain. Kesimpulan yang
dapat dibuat, bahwa kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang
paling tepat tergantung pada beberapa variabel yang saling berhubungan.
KajianPerspektif Islam
Manusia secara individual-juga komunal-merupakan sosok
yang diciptakan (makhluk) untuk mengabdi kepada Tuhan yang menjadi hamba/
karyawan/ anggota bersama makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Namun diantara makhluk di bumi
manusia telah sah mendapat mandat untuk menjadi khlifah/ pengelola/
pemimpin bumi. Jadi manusia secara individual –juga komunal- mempunya potensi
ganda yaitu menjadi pemimpin sekaligus rakyat, ketua-anggota, manejer-karyawan,
khalifah-abdun/ hamba.
Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan yang
diciptakan dari unsur-unsur bumi dengan tujuan untuk menjadi hamba-Nya (abdullah)
yang bekerja secara khusus kepada –Nya bersama dengan makhluk lainnya
:”Tidaklah Aku (Allah) menciptakan (khalaqtu) Jin dan Manusia
kecuali hanya untuk menghamba kepada-Ku (ya’budun) (QS.
51:56). Namun manusia telah mendapat ‘SK’ dari Allah SWT (QS.2:34) untuk
menjadi (ja’ilun) pennti-Nya/wakil-Nya (Khalifatullah) di
bumi setelah memenangkan persaingan untuk medapatkan posisi khalifah di bumi
melawan makhluk-makhluk Allah penghuni bumi yang lain-yang di ‘wakili’ para
malaikat.
Jadi manusia adalah makhluk yang (dicipta) dengan yang
lainnya untuk menghamba (abdun) kepada Allah, namun manusia
dijadikan sebagai wakil Tuhan (Khalifah) di bumi untuk
memanfaatkan seluruh potensi bumi ini sebagai sarana untuk menghamba /
mengabdi-Nya.
Tujuan hidup manusia adalah berbuat/melakukan sesuatu yang baik menurut
Penciptanya yang disebut Amal Shalih.
Amal shalih itulah yang disebut taqwa – menjalankan
perintah dan menjauhi laranganNya. Pekerjaan baik satu orang dengan orang
lainnya brbeda-beda bergantung situasi dan kondisinya yang mengikuti qadha dan
qadharNya. Berdasarkan yang hidup setiap yang hidup (manusia) diberi kesempatan
berbuat seribu satu macam kebaikan dan seribu macam keburukan, bahkan tak
terhingga. Namun kemuliaan seseorang dihitung dari taqwanya (amalan
shalihannya).
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa
di antara kamu (QS.Al-Hujurat “ 13). Untuk itu bertqwalah di mana saja kamu
berada (ittaqillaaha haitsu maa kunta . . . –alhadits-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar