LATAR BELAKANG AKUNTANSI ASURANSI SYARI'AH - Asuransi
syariah pertama di dunia, didirikan di Sudan pada tahun 1979 dengan nama
Sudanese Islamic Insurance. Lalu disusul dengan berdirinya asuransi syariah di
Arab Saudi yang bernama The Islamic Arab Insurance Co. pada tahun 1980. Pada
tahun 1983, The Islamic Takaful Company of Luxemburg didirikan di Bahamas. Dan
selanjutnya negara-negara lain seperti Bahrain, Brunei Darussalam, Singapura,
Malaysia, dan Indonesia juga menyusul mendirikan asuransi syariah.
Malaysia
adalah negara yang mempelopori berdirinya asuransi syariah di Asia Tenggara,
yaitu dengan berdirinya Syarikat Takaful Malaysia Berhad pada tanggal 29
November 1984, yang kemudian disusul oleh berdirinya asuransi syariah di
negara-negara asia tenggara lainnya termasuk Indonesia.
Pada Juli
1992, berdirilah Bank Muamalat yang merupakan bank syariah murni pertama di
Indonesia. Kegiatan operasional bank syariah tidak bisa lepas dari praktik
asuransi syariah. Oleh karena itu pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah PT
Syarikat Takaful Indonesia sebagai hasil dari kerjasama berbagai pihak seperti
TEPATI, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, Asuransi
Tugu Mandiri, dan Departemen Keuangan, dengan dua anak perusahaan yaitu PT
Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum.
Takaful
Keluarga kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar’ie Muhammad melalui
SK Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994 (Abdul, 2010 : 239) dan mulai
beroperasi sejak 25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh
Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri ICMI
dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu, Takaful Keluarga dan
Takaful Umum berkembang menjadi salah satu perusahaan asuransi syariah
terkemuka di Indonesia.
Sebenarnya
konsep Asuransi Islam bukanlah hal yang baru, karena sudah ada sejak zaman
Rasulullah yang disebut dengan aqila. Bahkan menurut Abdul
(2010:237) masyarakat Arab kuno mengenal prinsip asuransi sejak dahulu kala,
ketika kehidupan masih didominasi oleh berbagai suku-suku, saling serang, dan
penculikan masih sering terjadi. Wanita dan anak-anak merupakan sasaran
penculikan yang paling sering. Dari hasil penculikan anak-anak dan wanita
tersebut nantinya penculik dapat meminta uang tebusan kepada pihak yang
kehilangan. Apabila ternyata ditengah jalan tawanan tersebut terbunuh maka akan
berlaku uang darah (uang ganti rugi) yang akan dibayarkan oleh pihak yang
membunuh kepada pihak yang terbunuh. Dari sinilah asal muasal asuransi mutual
mulai terbentuk.
Dasar-dasar
Asuransi mutual adalah anggota baik secara individu maupun secara bersama-sama
sebagai penanggung sekaligus tertanggung. Ditinjau dari sifat organinsasinya,
tidak ada maksud-maksud mencari keuntungan juga tidak ada maksud eksploitasi memperkaya
salah satu pihak dengan memeras yang lain.
Lembaga
Asuransi memang telah lama dikenal masyarakat dunia, khususnya masyarakat
Indonesia. Meskipun perkembangannya tidak sehebat perkembangan perbankan atau
lembaga keuangan lainnya. Sebenarnya masyarakat mulai mengenal asuransi itu
sebagai salah satu lembaga yang mengelola dana tertentu dengan maksud dan
tujuan tertentu pula.
Asuransi
Islam yang sedang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini adalah Asuransi
Takaful (Zaidi, 2003 : 88). Sebenarnya Asuransi ini sama seperti
Asuransi-asuransi yang sudah operasional sebelumnya, seperti Asuransi Bumi
Putera, Asuransi Jiwasraya, Asuransi Jasindo dan Asuransi-asuransi lainnya.
Takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul
risiko diantara sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang lainnya (Sula, 2004 : 33). Saling pikul resiko ini
dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma yang
ditujukan untuk menanggung resiko.
Dewan
Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai Asuransi
Syariah. Dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Bagian Pertama Mengenai
Ketentuan Umum angka 1, disebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’min,
takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melaului akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah (Wirdyaningsih, 2005 : 178).
Pada
prinsipnya, prinsip operasional Asuransi Syariah, berbeda dengan Asuransi
Konvensional, Asuransi Syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip Syariat
Islam dengan cara menghilangkan sama sekali kemungkinan terjadinya unsure-unsur gharar,
maisir, dan riba(wirdyaningsih, 2005 : 207).
Untuk
mengetahui bagaimana system operasionalnya, disini dapat digambarkan bahwa
“Dana yang terkumpul dari para peserta, diinvestasikan sesuai dengan prinsip
syariah, kemudian hasil yang diperoleh dilakukan dengan cara mudharabah, dibagi
untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk perusahaan” (Zaidi, 2003 :
95). Bisa 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan atau sebaliknya,
bergantung pada akad perjanjian.
Sebagai
penegasan kembali dalam melihat perbandingan antara Asuransi Syariah dengan
Asuransi Konvensional dapat dilihat table sebagai berikut :
Table 1
Perbandingan
antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
No
|
Asuransi
Konvensional
|
Asuransi
Syariah
|
1
|
Tidak ada
kepastian karena tidak ada akad yang melandasinya.
|
Ada
kepastian, karena adanya akad tabaddul (jual beli) atau akad takaful (tolong
menolong).
|
2
|
Ada unsur
judi.
|
Unsur
amanah.
|
3
|
Ada unsur
riba.
|
Tidak ada
unsur riba, karena menggunakan cara bagi hasil
|
Dari sekian banyak perbedaan yang ada,
perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional di
antaranya adalah, pertama, karena di dalam asuransi syariah mekanisme
penanganan risikonya adalah sharing of risk dimana antar
sesama peserta saling membantu dan menanggumg terhadap risiko yang mungkin akan
terjadi, sedangkan dalm asuransi konvensional mekanismenya adalahtransfer of
risk dimana peserta memindahkan risikonya kepada perusahaan asuransi
dengan membayar sejumlah premi.
Yang kedua adalah dalam hal akad atau
perjanjian. Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan ada dua, yaitu
akad tabarru’ yang digunakan antar sesama peserta asuransi
dengan tujuan kebajikan dan akad tijarah yang digunakan antara
peserta dengan perusahaan asuransi(Sula, 2004 : 43). Sedangkan dalam asuransi
konvensional, akad yang digunakan adalah akad jual-beli dimana perusahaan
asuransi menjual perlindungan atas risiko yang tidak pasti dengan menerima
pembayaran premi dari peserta.
Perbedaan yang ketiga adalah mengenai
pengelolaan dana. Di dalam asuransi syariah, premi yang diterima dari peserta
bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan. Premi tersebut akan
diklasifikasikan sebagai pendapatan dana tabarru’. Perusahaan hanya
bertugas untuk mengelola dana tersebut di antaranya adalah untuk pembayaran
klaim, sedangkan pendapatan perusahaan berasal dari transaksi yang menggunakan
akad wakalah bil ujrah atau yang menggunakan akad mudharabah.
Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang diterima dari peserta
merupakan milik perusahaan seluruhnya.
Perusahaan harus memisahkan dana peserta
Asuransi (tertanggung) dengan dana pengelola (dana perusahaan). Dana Peserta
adalah semua dana baik berupa dana tabarru’ maupun dana investasi dana
tabarru’.
Dengan lahirnya PSAK 108 melengkapi
komitmen Asuransi Takaful dalam bertransaksi syariah secara amanah dan
professional. Sebagai pelopor Asuransi Syariah pertama di Indonesia, Asuransi
Takaful terus berkomitmen menjalankan sistem keuangan syariah. Komitmen
perusahaan ini diwujudkan salah satunya dengan bertransaksi syariah yang
dicerminkan melalui penyajikan laporan keuangan syariah berdasarkan PSAK 108
(Penyataan Standar Akuntansi keuangan) tentang Akuntansi Transaksi Asuransi
Syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar